Financial Tecknologi (Fintech) adalah alat transaksi digital yang berkembang dimasyarakat saat ini. Banyak perusahan yang mengembangkan fintech dan menggunakannya sebagai transaksi yang praktis dan mudah. Penjual dan pembeli tidak perlu berhadapan langsung dan bisa dilakukan dirumah masing-masing.

Dengan kemudahan inilah perlu adanya  aturan syariat yang mengatur hukum fintech. Dalam artikel ini, penulis menuliskan hasil penelitan hukum fintech menurut empat mahzab ulama fiqih seperti Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.

Jenis Layanan Fintech
Akal yang digunakan manusia menjadikan setiap zaman mengalami kemajuan, salah satunya adalah kemajuan pada bidang teknologi. Kemajuan teknologi dihasilkan dari proses berfikir dan percobaan-percobaan yang panjang sehingga teknologi itu bisa digunakan di masyarakat. Salah satu teknologi yang modren adalah finance technologi atau dikenal sebagai fintech. Fintech sudah banyak digunakan masyarakat sejak tahun 2016

Fintech digunakan karena banyak kemudahan saat transaksi antara penjual dan pembeli. Fintech juga digunakan sebagai alat untuk pinjam meminjam uang, pembayaran cicilan bahkan tabungan elektronik.

Seiring banyaknya pengguna fintech, syariat Islam harus tetap bisa menjadi tolak ukur suatu hukum terutama bagaiamana hukum fintech menurut dasar hukum Islam yaitu al-Quran, Hadist, Atsar dan Ijtihad para ulama.

Hukum Fintech dalam islam memberikan ijtihad yang berbeda karena dintech mempunyai beberapa layanan. Setiap layanan mempunyai hukumnya masing-masing sesuai dengan ijtihad empat ulama fiqih. Berikut ringkasan beberapa hukum fiqih sesuai dengan literasi yang didapatkan penulis.

Dapat kita rincikan beberapa layanan fintech seperti

Jual Beli Langsung
Layanan fintech biasanya menggunakan uang elektronik atau saldo didalam aplikasi untuk melakukan transaksi baik di warung atau supermarket, layanan fintech ini sifatnya sama seperti jual beli pada umumnya.

Hukum jual beli diambil dalam surat al-Baqarah : 275 yang menegaskan bahwa jual beli hukumnya halal dan boleh, maka ketika seseorang menggunakan fintech untuk sarana jual beli hukumnya diperbolehkan.

Adapun pendapat yang memperkuat dari pendapat keempat mahzab ini adalah UU no 28 tahun 2008 aturan perbankan syariah dengan dasar prinsip muamalah selama membawa maslahat diperbolehkan, baik jual beli, sewa menyewa, kerja sama, gadai dan lain-lainnya selama tidak terdapat riba, judi dan penipuan.

Jual beli Online (As-salam)
Jual beli dapat dilakukan secara tatap muka maupun online. Seseorang yang melakukan transaksi secara online dalam syariat menyebutnya dengan as-Salam yaitu barang yang dijual belikan tidak nampak.

Hukum jual beli online imam hanafi, maliki dan syafi’i membolehkan dan halal, sedangkan imam Hambali yang melarang adanya jual beli dengan sampel atau foto yang ada di katalog.

Menurut pendapat imam Hambali, jual beli yang tidak nampak barang yang akan dibeli, maka tidak ada kejelasan barangnya sehingga di khawatirkan terjadinya gharar, maka dari itulah imam Hambali berpendapat tidak syah jual beli seperti ini.

Berbeda dengan imam Syafi’i, beliau mengatakan bahwa selama barang yang diberikan seusai dengan sampel yang diperlihatkan baik secara langsung maupun melalu foto kataog, maka jual beli ini masih diperbolehkan.

Namun jika barang yang diterima tidak sesuai dengan sampel atau berbeda dari yang diterima, biasanya dalam jual beli online pada aplikasi terdapat fitur pengembalian barang karena tidak seusai, maka jual beli dengan jenis ini diperbolehkan. (bersambung)