“Sesungguhnyaa marah itu bara api yang dapat membakar lambung anak adam. Ingatlah bahwa sebaikbaik orang adalah orang yang melambatkan (menahan) amarah dan mempercepat keridhaan, dan sejelek-jelek orang adalah orang yang mempercepat amarah dan dan melambatkan ridha” (HR. Ahmad dari Abu Sa’ id al-Khudriy)
Ketika ada yang bertanya, apakah anda pernah marah, pasti semua dari kita akan menjawab pernah. Tapi jika pertanyaannya diubah menjadi apakah anda akan marah bila melihat si kecil menumpahkan dan mengacak-acak makanan dilantai yang baru saja anda sapu dan pel? Jawabannya, pasti beragam. Mungkin sebagian dari kita akan menjawab “jelas marah lah !!”, dan sebagian yang lain akan menjawab “namanya juga, anak kecil, kenapa harus marah?”, atau mungkin sebagian yang lain akan menanggapi dengan keragu-raguan antara, marah dan tidak.
Marah, menurut Imam Al-Ghazali, dalam bukunya yang terkenal, Ihya Ulumuddin, pad hakikatnya merupakan gejolak hati yang mendorong agresifitas. Energi marah ini meledak untuk mencegah timbulnya hal-hal negatif juga untuk melegakan jiwa dan sebagai pembalasan akibat hal-hal negatif yang telah menimpa seseorang.
Menurut Linda L Davidof, dalam bukunya Introduction to Psychology, marah adalah suatu emosi yang mempunyai ciri-ciri aktivitas sistem syaraf simpatetik yang tinggi, dan adanya perasaan tidak suka yang amat kuat yang disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata salah atau mungkin pula tidak.
Bila kita lihat dari definisi yang diberikan oleh Linda diatas, kemarahan atau marah sangat tergantung dari persepsi orang yang bersangkutan. Artinya kemarahan yang dirasakan oleh kita akan berbeda dengan kemarahan yang dirasakan oleh orang lain dan atau suatu stimulus bisa menimbulkan kemarahan bagi satu individu tetapi belum tentu menimbulkan kemarahan bagi individu lainnya. Karena stimulus tersebut bisa dianggap sebagai suatu kesalahan bagi seseorang tetapi tidak bagi yang lainnya.
Pada umumnya marah mendorong seseorang pada tingkah laku agresif, seperti mengumpat, memukul, menendang, membanting, bahkan jika diteruskan pada tingkat yang lebih ekstrim prilaku ini dapat mengarah pada tindak kriminal seperti melukai, menyiksa atau bahkan membunuh. Tetapi, tentu saja ekspresi marah tidak selalu dalam bentuk tingkah laku agresif, karena pada sebagian orang marah ditunjukan dengan cara yang berlawanan dengan agresi seperti diam, mengurung diri, murung, atau menangis.