Oleh: Sunarti
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bagaimana kita selama ini melakukan aktivitas di sosmed atau di dunia nyata?
Sudahkah dengan benar kita meletakkan niat sebagaimana mestinya?
Pernahkah kita mengoreksi diri kita selama melakukan aktivitas itu telah jelas niatnya?
Atau selama ini hanya serampangan saja?
Sekarang ini, banyak sekali yang salah kaprah dalam hal niat. Tak sedikit pula yang berstandar pada nilai-nilai sosial atau kemanusiaan. Padahal aktivitas niat ini seharusnya mendapatkan nilai ruhiyah (yakni pahala, keberkahan dan keridhaan Allah SWT). Maka tak heran jika banyak ditemukan orang-orang berlomba melakukan aktivitas justru karena ingin dipuji, ingin ketenaran hingga kedudukan, mengikuti trend dan sebagainya.
Niat secara bahasa artinya adalah maksud dan keinginan atau dengan kata lain maksud dan keinginan hati.
Sedangkan secara Istilah, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di menjelaskan, “Niat adalah maksud dalam beramal untuk mendekatkan diri pada Allah, mencari ridha dan pahala-Nya.”
Tempat niat adalah di dalam hati. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
“Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 18:262)
Sedangkan fungsi niat adalah :
Membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya. Contoh ada ibadah yang hukumnya fardhu ‘ain, ada yang fardhu kifayah, ada yang termasuk rawatib, ada yang niatnya witir, ada yang niatnya sekedar shalat sunnah saja (shalat sunnah mutlak).
Membedakan antara ibadah dengan kebiasaan. Contoh puasa. Puasa berarti meninggalkan makan, minum dan pembatal lainnya. Namun terkadang seseorang meninggalkan makan dan minum karena kebiasaan, tanpa ada niat mendekatkan diri pada Allah. Terkadang pula maksudnya adalah ibadah.
Membedakan tujuan seseorang dalam beribadah. Jadi apakah seorang beribadah karena mengharap wajah Allah ataukah ia beribadah karena selain Allah, seperti mengharapkan pujian manusia.
(Ibnu Rajab Al-Hambali)
Berniat atas segala aktivitas harus jelas standarnya, yakni karena Allah SWT.
Dan tentu saja jika niat karena manusia, maka bisa saja akan mendapatkan kecewa, sakit hati atau hal lain yang tidak diharapkan. Berbeda jika niat itu karena Allah, maka jika ada unsur yang membuat kecewa, sakit hati dan sebagainya, kita akan bisa mencerna ada apa di balik semua itu. Pastilah, Allah akan memberikan hikmah dan kebaikan bersamaan dengan apa yang kita rasakan. Jadi, kita harus pandai menelaah apa maksud dari semua yang terjadi dan membuat kecewa itu. Muhasabah dan bersabar dengan semua yang terjadi jika tidak sesuai dengan keinginan kita.
Adapun bahaya dari salah niat adalah :
Segala aktivitas akan dimintai pertanggungjawaban, demikian pula dengan niat. Beberapa diantaranya adalah :
1. Mujahid masuk neraka.
Abu Hurairah berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.’
2. Orang alim yang masuk neraka
Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur-an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab, ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Qur-an hanyalah karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya dikatakanseorang qari’ (pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’
3. Orang kaya masuk neraka
Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka’,” (HR. Muslim)
Sekiranya kita juga harus mengoreksi diri, adakah ketika kita menuntut ilmu juga ada salah niat. Kita dudukkan jika kita menuntut ilmu adlah kewajiban daei Allah SWT dan dalam pelaksanaanya kita akan mendapatkan pahala.
Anas bin Malik ra. berkata,َ
“Siapa menuntut ilmu untuk menandingi para ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau memalingkan pandangan-pandangan manusia kepadanya, maka Allâh akan memasukkannya ke neraka.” (HR. At-Tirmidzi).
Ternyata menuntut ilmu juga harus karena Allah. Jelaslah betapa Allah SWT mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu dan tujuan tertinggi dari menuntut ilmu adalah pahala dari Allah SWT dan bukan yang lain. Rasulullah saw bersabda:ِ
“Siapa menuntut ilmu yang seharusnya ditujukan hanya mengharap wajah Allâh ‘Azza Wa Jalla, namun ternyata ia tidak menuntut ilmu kecuali untuk mendapatkan sedikit dari kenikmatan dunia, maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari Kiamat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Dan setelah mengetahui pentingnya niat dalam segala aktivitas, kita juga perlu untuk meluruskan kembali dalam belajar. Terutama dalam belajar ilmu agama.
Sudah seharusnya saat ini kita luruskan niat dan selalu perbarui niat setiap melakukan segala aktivitas, agar muncul kedekatan dengan Allah serta munculnya ikhlas dalam setiap aktivitas kita.
Niatkan saja segala sesuatu karena Allah. Agar tidak muncul penyakit di dalam hati kita. Seperti yang disampaikan oleh Syaikh Sholih Al-‘Ushoimi juga mengatakan:
Harus diingat pula jika tidak cukup niat ikhlas, namun juga harus ittiba. Yakni mengharap rida Allah. Karena dengan benarnya niat, ditambah dengan ikhlas serta mencotoh apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Wallahu alam.
Sumber: voa-islam.com