Saudaraku,
Apa hakikat tujuan kehidupan manusia? Mungkin pertanyaan ini terbilang klasik tapi sejatinya ialah kemudi yang akan menyetir langkah kehidupan manusia selanjutnya…
Realitanya, tak sedikit manusia yang lalai atau terperosok dalam fananya kehidupan dunia. Apalagi dengan berbagai potensi dan nikmat yang meruah yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada hamba-hamba-Nya…
Di sisi lain, sejak awal Allah Azza wa Jalla menggariskan misi utama tersebut. Yaitu dzikra ad-dar atau menjadikan Akhirat sebagai tujuan dan dunia menjadi perantara yang menghubungkannya…
Bahwa pekerjaan utama orang beriman adalah senantiasa ber amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) di jalan Allah Azza wa Jalla. Menyeru kepada segenap manusia untuk mengingat kehidupan Akhirat ( akhirat oriented)…
Saudaraku,
Bagi seorang Muslim, inilah ketetapan Allah Azza wa Jalla dalam melakoni kehidupan sementara di dunia. Sebuah aturan main sekaligus garis pemisah antara kemuliaan dan kehinaan seorang hamba kelak…
Ketika orang itu meniatkan hidupnya di dunia untuk kehidupan abadi di hari Akhirat, niscaya seluruh perilakunya senantiasa terkontrol dengan rambu-rambu syariat…
Bahkan ketika ia menguasai segenap kekuasaan dan kekuatan serta ilmu pengetahuan sebagai pilar utama dalam meraih sukses hidup. Iapun tak mudah goyah dari setiap bujuk rayu kesenangan dunia. Oleh karenanya Allah Azza wa Jalla tak segan menyanjung manusia demikian sebagai manusia-manusia terbaik pilihan Allah Azza wa Jalla. Hal itu dikarenakan seluruh amal perbuatannya bernilai ibadah di sisi Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَٱذۡكُرۡ عِبَـٰدَنَآ إِبۡرَٲهِيمَ وَإِسۡحَـٰقَ وَيَعۡقُوبَ أُوْلِى ٱلۡأَيۡدِى وَٱلۡأَبۡصَـٰرِ (٤٥) إِنَّآ أَخۡلَصۡنَـٰهُم بِخَالِصَةٍ۬ ذِڪۡرَى ٱلدَّارِ (٤٦) وَإِنَّہُمۡ عِندَنَا لَمِنَ ٱلۡمُصۡطَفَيۡنَ ٱلۡأَخۡيَارِ (٤٧)
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri Akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.”
(QS. Shad: 45-47)
Menurut mufassir Abdurrahman as-Sa’di, para Nabi yang digelari al-mushtafaina al-akhyar (orang-orang pilihan di sisi Allah) disebabkan mereka banyak mengingat mati dan Hari Akhirat. Dengannya, hati mereka tenang menghadapi godaan dunia. Jiwa mereka khusyuk menghamba hanya kepada Allah Azza wa Jalla.Di waktu yang sama, orang-orang pilihan Allah Azza wa Jalla itu kian bergairah menunaikan aktifitas yang berdimensi sosial…
Mereka sadar, ilmu itu bisa mengalirkan pahala ketika diamalkan dan diajarkan kepada orang lain. Mereka yakin, kekuasaan tersebut baru bermanfaat jika dimaksimalkan untuk mengayomi seluruh lapisan masyarakat…
Saudaraku,
Dalam ayat di atas, secara tersurat akan menyebut sebagian rahasia kemuliaan Nabi Ibrahim dan keturunannya, yaitu ulil aidiy dan ulil abshar…
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir merangkum pendapat terkait dua potensi tersebut. Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, dua kekuatan itu adalah kekuasaan sebagai seorang umara (pemimpin) dan keluasan ilmu sebagai seorang ulama…
Imam Mujahid menerangkan, ulil al-aidiy adalah kekuatan untuk taat beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dan ulil al-abshar berarti pandangan mendalam tentang al-haq (kebenaran)…
Sedang Qatadah dan as-Siddiy menuturkan, ulil aidiy dan ulil abshar bermakna mengerahkan segenap kekuatan fisik dalam rangka beribadah dan kemapanan ilmu agama…
Saudaraku,
Jadikanlah hal tersebut sebagai sebab dan bukan tujuan. Menurut al-Alusi, pengarang Tafsir Ruh al-Ma’ani, meski Allah Azza wa Jalla memerintahkan secara langsung untuk meraih dan mengumpulkan dua kekuatan tersebut, namun tujuan kehidupan seorang Muslim bukan untuk meraih itu semata. Karena ia hanyalah sebab dan sarana saja. Bukan sebagai tujuan akhi r kehidupan kita…
Dzikru as-sabab yuradu bi hi al-musabbab (Menyebutkan suatu sebab namun yang diinginkan adalah akibat). Demikian sebuah kaidah ilmu mengajarkan. Sesungguhnya dua potensi yang diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla tersebut hanyalah sebagian dari materi yang ada dalam kehidupan dunia…
Untuk itu Allah Azza wa Jalla mengingatkan agar tidak membatasi dan merasa cukup setelah meraih kekuasaan atau kekuatan serta ilmu pengetahuan…
Sebab hakikatnya, dua hal itu hanya sebagai perangkat dan wasilah saja. Bukan sebagai target akhir kehidupan kita di dunia…
Kelak potensi atau materi tersebut hanya bisa bernilai jika benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) dan perjuangan menegakkan nilai-nilai agama…
Sebaliknya, jika tidak dimanfaatkan dengan benar, justru ia bisa berubah menjadi bumerang dan menjadi sumber fitnah dalam kehidupan dunia yang mempersulit pemiliknya ( hujjatun alaihi) di Yaum al-Hisab nantinya…
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa setiap amal perbuatan kita bernilai ibadah untuk meraih ridha-Nya…
Aamiin Ya Rabb.
Wallahua’lam bishawab.
Sumber: https://t.me/haditsrosul