Anak di usia tiga tahun sebaiknya melihat ayah dan ibunya yang sedang melaksanakan shalat dan mendengarkan keduanya sedang membaca Al-Qur’an. Mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan dzikir harian yang dibaca oleh kedua ayah ibunya dan saudara-saudaranya secara berulang-ulang, akan memberikan konsumsi rohani dan menghidupkan hati sang anak sebagaimana hujan bisa menghidupkan tanah yang kering kerontang, karena mendengar dan menyaksikan kedua orang tua yang sedang berdzikir, memberikan pengaruh kepada tindakan dan ucapan anak

Salah satu contohnya adalah kisah seorang anak berikut ini
Suatu ketika, seorang ibu baru selesai berwudhu, mendadak dilihatnya anaknya yang berusia tiga tahun membasuh wajah dan kedua tangannya mengikuti apa yang barusan dilakukan ibunya. Selanjutnya, ia mengangkat jari telunjuknya lantas membaca doa, “Laa ilaaha illallah”. Ini menunjukan bahwa anak mengetahui dari tindakan kedua orang tuanya bahwa ada dzikir-dzikir tertentu yang diucapkan sesudah wudhu.

Ada satu cerita lain Seorang ibu melaksanakan shalat sunnah wudhu –pada suatu hari-. Kemudian ia berdiri untuk menyelesaikan pekerjaan di rumah. Anak perempuannya biasa melihat ibunya sesudah shalat duduk di tempat shalatnya, sehingga selesai membaca dzikir-dzikir shalat. Tetapi, saat itu sang anak melihat ibunya sesudah melaksanakan shalat langsung berdiri. Anak itu pun berkata, “Ibu, mengapa ibu berdiri meninggalkan tempat shalat sebelum membaca, ‘Astaghfirullah?’” Kejadian ini menunjukan betapa telitinya perhatian anak kepada kedua orang tua mereka

Sewaktu-waktu, semua orang bisa terkena penyakit. Begitu pula, anak kita juga akan mengalami sakit. Saat-saat sakitnya seyogyanya dijadikan sebagai kesempatan untuk menguatkan hubungannya dengan Allah ta’ala dengan cara mengingatkannya bahwa kesehatan merupakan karunia dan nikmat Allah ta’ala yang harus disyukuri; bahwa manusia itu lemah dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Rabbnya. Ketika meminum obat atau pergi ke rumah sakit, kita beritahukan kepadanya bahwa kesembuhan itu datang dari Allah, berobat dan ke rumah sakit hanyalah sarana kesembuhan yang diperintahkan oleh Allah untuk melakukannya

Kemudian, kita ajari mereka mengamalkan bacaan-bacaan ruqyah yang disyariatkan. Kita ambilkan contoh dari para Nabi, bagaimana mereka mengupayakan sebab, dan ketawakalan mereka kepada Allah ta’ala. Misalnya kisah Ayyub ‘alaihis salam dan sakitnya, kisah Ya’qub ‘alaihis salam ketika memerintahkan anak-anaknya memasuki pintu-pintu negeri Mesir dari arah berbeda-beda, akan tetapi diberitahukan bahwa hal itu sama sekali tidak berguna untuk menolak ketetapan Allah dan ia menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah ta’ala. Allah berfirman mengisahkan ucapan Ya’qub

وَقَالَ يَا بَنِيَّ لَا تَدْخُلُوا مِن بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُّتَفَرِّقَةٍ ۖ وَمَا أُغْنِي عَنكُم مِّنَ اللَّهِ مِن شَيْءٍ ۖ

“Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah” (QS. Yusuf: 67)

Adalah penting untuk mengingatkan anak-anak agar mengharapkan, bersabar menjalani sakit, dan menjalani pengobatan. Seorang ibu bercerita anaknya yang masih kecil bahwa

Allah ta’ala menghendaki anaknya itu terkena penyakit yang dalam istilah medis disebut sebagai “penyakit kronis”. Itu menurut penilaian medis dan manusia, akan tetapi kesembuhan hanyalah di tangan Allah ta’ala. Sang ibu bercerita bahwa anaknya ini terpaksa harus minum obat dua kali sehari. Sang ibu selalu mengingatkan anaknya akan pahala Allah

Mendadak, pada suatu hari, anak ini berkata kepada ibunya, “Aku mendapat pahala karena minum obat ini.” Anak ini mengatakannya dengan bangga, seakan-akan ia diistimewakan dengan memperoleh pahala ini, sementara keluarga dan saudara-saudaranya tidak
Disalin ulang dari buku “Sukses Mendidik Buah Hati Sejak Dini“, Naurah binti Muhammad Sa’id, penerbit: Al-Qowam.
Sumber: muslimah.or.id