Seringnya kejadian guru dilaporkan oleh orang tua murid yang membuat guru harus menjalani proses hukum karena memberikan sanksi kepada siswanya. Pendidik profesional menjadi semakin tidak berharga sebagai akibat dari kemerosotan moral yang kita lihat di masyarakat.
Guru, pendidik, dosen, dan lain-lain dijunjung tinggi oleh individu-individu tertentu, seperti terlihat dari peristiwa-peristiwa guru dilaporkan orang tua. Ketika seorang guru mengambil tindakan disipliner, itu biasanya menandakan bahwa dia berada dalam kesulitan serius dan mungkin menghadapi konsekuensi lebih lanjut.[1]
Dalam menghadapi permasalahan ini, bagaimanakah sikap guru dan orang tua siswa terhadap fenomena ini.
Sikap Guru Dan Lembaga
Pasal 40 pada Ayat 1, berbunyi bahwa Pendidik dan Tenaga Kependidikan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam menjalankan tugas dan dalam melindungi hak atas kekayaan intelektual untuk menghindari terjadinya pelaporan guru saat menghukum.[2]
Untuk menghindari adanya pelaporan terhadap guru yang menghukum siswa, lembaga pendidikan bisa meminta kepada orang tua siswa menandatangani surat kesediaan atau surat serah terima dari orang tua kepada lembaga agar memberikan wewenang kepada guru dalam mendidik siswanya.
Dengan cara seperti ini adalah upaya untuk meminimalisir adanya orang tua yang secara sepihak melaporkan guru saat menghukum siswa. Proses penghukuman memang menjadi polemic yang masih menjadi perdebatan panjang, sehingga ketika ditanyakan kepada dinas perindungan anak, maka akan dengan keras menolak.
Namun pada sejarahnya ponpes yang menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas ketika kedisiplinan ponpes diterapkan, namun pada dasarnya setiap daerah mempunyai budaya yang berbeda-beda sehingga ketika budaya disiplin diterapkan di masyarakat yang mayoritas memanjakan anak, maka akan menjadi masalah.
Sikap Orang Tua
Orang tua menginginkan anaknya menjadi anak yang sukses, orang tua akan melindungi anaknya dari hal-hal yang membuat anaknya dalam bahaya.cara orang tua melindungi anak berbeda-beda, ada dengan pola asuh yang memanjakan anak.
Sehingga apapun yang dirasa membuat anak berbahaya, maka orang tua akan melidungi anaknya. Salah satu bentuk perlindungan anak adalah ketika anak misal di hukum oleh guru baik secara fisik maupun dengan hukuman membersihkan toilet dan lain-lain.
Jika orang tua berkarakter memanjakan anak maka orang tua akanterlebih dahulu mendengarkan curhatan anak, kemudian orang tua akan mengkonfirmasi bahwa anaknya yang benar. Perkataan yang sering muncul orang tua yang memanjakan anak seperti “anak saya tidak pernah bohong, anak saya baik ngga mungkin melakukan itu” dan lain sebagainya.
Setelah mendapatkan cerita dari anak, maka yang disalahkan adalah guru atau lembaga yang sedang mendidik anak, bahkan sampai sepihak melaporkan guru ke kepolisian. seperti ini sebenarnya menurut penulis adalah sikap memanjakan anak.
Efek dari memanjakan anak membuat anak tidak mandiri dalam menghadapi masalah yang sedang dihadapinya. Efek panjang dari memanjakan anak, akan membuat anak bersifat manja saat dia sudah berkeluarga.
Seharusnya ketika terjadi masalah antara anak dan orang tua dilakukan dulu mendudukan semuanya, baik dari orang tua maupun pihak sekolah, sehingga orang tua mendapatkan jawaban permasalahan sedetail mungkin.
Jika kita menjadi orang tua hanya mendengarkan dari sepihak, maka akan ada pihak yang dirugikan, apalagi anak kita bisa jadi yang bersalah. Karakter anak bisa berubah-ubah sesuai dengan lingkunganya.
Bisa jadi anak didepan orang tua kelihatan jujur, penurut, namun justru ketika diluar rumah menjadi diluar kendali karena merasa terkekang saat didalam rumah. Maka dari itu kita sebagai orang tua setidaknya jangan sampai menyakiti guru dari anak kita sehingga keberkahan ilmu yang seharusnya didapatkan anak namun menjadi celaka dikemudiana hari.
Jika anak kita bermasalah disekolah, hedaknya orang tua menelusuri apa yang menjadi penyebab sebuah masalah terjadi. Katakan salah jika anak kita salah dan buktikan dengan fakta yang terjadi, karena jangan sampai kita sebagai orang tua justru memanjakan anak yang akan berdampak negative dikemudian hari.
Wallahua’lam
Referensi:
- Utami Munandar. Analisis dan Evaluasi Hukum Tertulis tentang Silabus pendidikan hukum di dalam Kurikulum SD dalam Rangka Menumbuhkan Kesadaran hukum masyarakat sedini Mungkin (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta, 1995), 3.
- Harpani Maftuh, “Perlindungan Hukum profesionalisme Guru”, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. Vol. 7, Nomor 2 (2017): 1
***
Tentang Penulis
Judul asli artikel “GURU DI POLISIKAN HARUSKAH ADA SURAT PERNYATAAN SAAT MENDAFTAR” ditulis oleh Ustadz A Khaerul Mu’min, M.Pd. beliau juga Konsultan Keluarga, Kesehatan dan Karir, Dosen STEI Bina Cipta Madani Karawang serta Penulis Karya Ilmiah
Bagi yang mau konsultasi keluarga, kesehatan dan karir hubungi :
Laki-laki : +62857-1513-1978
Perempuan : +62855-1777-251