Dalam artikel ini saya akan sedikit memaparkan permasalahan pada umumnya kepada keluarga, manakah yang harus di dahulukan antara orang tua dengan istri dalam hal gaji seorang suami?, karena banyak keluarga yang bingung dengan masalah ini. Dalil yang menjadi dasar salah satu dari sekian banyak ceramah masalah ini adalah Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ
وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Mereka bertanya kepadamu tentang harta yang mereka infakkan. Katakanlah, ‘Harta yang kalian infakkan hendaknya diberikan kepada orang tua, para kerabat, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil. Semua perbuatan baik yang kalian lakukan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.‘” (Q.S. Al-Baqarah:215)
Dalam ayat ini ada yang kurang tepat penggunaan ayat ini untuk membandingkan kedudukan orang tua dengan istri dan ada pula yang sampai menzalimi istrinya sendiri. setiap ayat ALqur’an harus di lihat dari tafsir dan asbabunnuzul, dan apakah ayat itu sudah dinaskh (dihapus) atau belum. Maka hendaknya jika menerima dalil, telaah kembali arti dan sebab turunya ayat itu.
Mengenai ayat diatas, tafsir ayat ini adalah tentang ayat infaq, namun sudah di hapus dengan ayat zakat, tafsir ini juga penjelasan masalah urutan sasaran infaq. Sedangkan Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Kaum Muslimin bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Di mana kami infakkan harta benda kami, Ya Rasulullah?” sebagai jawabannya, turunlah ayat ini.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij)
Asbabun Nuzul dari riwayat lainnya adalah: “Umar bin Al-Jamuh bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apa yang harus kami infakkan, dan kepada siapa diberikannya?” Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mundzir yang bersumber dari Abu Hayyan) Firman-Nya (يسألونك ماذا ينفقون) Muqatil bin Hayyan mengatakan: “Ayat ini berkenaan dengan nafkah tathawwu’ (sunnah).” As-Suddi mengemukakan: “Nafkah ini telah dinasakh (dihapuskan) dengan zakat.” Sedangkan untuk menjelaskan kewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya dijelaskan dalam Alquran. Allah Shubhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
“Dan kewajiban ayah (suami) memberi makan dan pakaian kepada para ibu (istri) dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya,” (QS Al-Baqarah 233).
Selain itu, rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun menjelaskan dalam sebuah hadis shahih. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rezeki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami),’’ (HR Muslim 2137).
Ayat dan hadis di atas telah menerangkan dengan tegas bahwa seorang suami hukumnya wajib memberikan nafkah kepada istri. Maka dari itu, janganlah kita sebagai suami sampai mendzalimi istri dan keluarga karena uang pendapatan istri diperuntukan orang tuanya terlebih dahulu, bahkan ada yang memarahi istrinya karena protes uang yang diberikan dari suami kurang karena suami terus memberikan uangnya hingga istri dan anaknya kekurangan untuk kehidupan sehari-hari.
Berbakti kepada orang tua bukan hanya dengan uang saja, namun dengan menyempatkan waktu membantu orang tua adalah sarana untuk berbakti kepada orang tua ketika anak belum bisa memberikan sebagian uangnya untuk orang tua, dan saya yakin orang tua akan memahami itu.
Intinya sedikit menguraikan masalah ini adalah infaq berbeda dengan kewajiban nafkah. Infaq hukumnya sunnah sedangkan memberi nafkah untuk anak istri adalah wajib. Maka dari itu nafkah istri lebih diutamakan daripada orang tua. Untuk itu jangan benturkan antara kewajiban menafkahi istri dengan kewajiban seorang laki-laki berbakti kepada orang tuanya, karena beda penjelasanya.
Hikmah dari tulisan diatas adalah :
1. Mengeluarkan harta disebut infaq.
2. Infaq kepada istri disebut nafkah dan hukumnya wajib sedangkan infaq untuk orang tua hukumnya sunnah.
3. Jangan menafsirkan hanya dari terjemahan saja tanpa melihat dalil lainnya.
4. Jangan membenturkan kewajiban nafkah keluarga dengan berbakti kepada orang tua.
5. Kita sebagai orang tua harus lebih memahami ekonomi anak agar tidak menjadi masalah eksternal dari keluarga inti.
Wallahua’lam.
Referensi:
- Eka Wahyu Hestya Budianto, ‘Surah Al-Baqarah Ayat 215 (Tafsir Ibnu Katsir Dan Asbabun Nuzul)’ (Bait Syariah, 2019) <http://baitsyariah.blogspot.com/2021/07/tafsir-surah-al-baqarah-ayat-215.html>.
- Aulia Amri, Perbandingan Hukum Keluarga Di Dunia Islam, (Banda Aceh, Ar-Raniry Press, 2021).
- Moh. Rifa’i Moh Zuhri dan Salomo, Terjemahan Kifayatul Akhyar, (Semarang, CV Toha Putra, 1978), hlm 344.
***
Tentang Penulis
Judul asli artikel “NAFKAH“ ditulis oleh Ustadz A Khaerul Mu’min, S.Pd. beliau juga Konsultan Keluarga, Kesehatan dan Karir, Dosen Pendidikan Agama Islam serta Penulis Karya Ilmiah.
Bagi yang mau konsultasi keluarga, kesehatan dan karir hubungi :
Laki-laki : +62857-1513-1978
Perempuan : +62855-1777-251