Perceraian dalam Islam dikenal dengan istilah talak, semakna dengan kata talak itu adalah al-irsâI atau tarku, yang berarti melepaskan dan meninggalkan. Yaitu melepaskan tali perkawinan mengakhiri hubungan suami isteri. Talak bukanlah sebuah larangan, namun sebagai pintu terakhir dari rumah tangga, ketika tidak ada jalan keluar lagi.

Sebagaiman telah dijelaskan pada bab sebelumnya, tujuan perkawinan diantaranya, yaitu agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup secara turun temurun, menjaga kehormatan diri dan melanggengkan agama Allah diatas muka bumi.

Selain tujuan tersebut manusia juga makhluk social yang keberadaannya selalu membutuhkan orang lain. Maka perkawinan juga mempunyai tujuan untuk dapat hidup bermasyarakat dalam satu perikatan keluarga.

Harta yang dimiliki oleh suami istri yang hidup bersama dalam suatu ikatan perkawianan yang bisa digunakan untuk memenuhi segala macam kebutuhan-kebutuhan hidup yang mana harta tersebut bisa berasal dari harta warisan, hibah, hadiah, saat pernikahan, hasil pencarian suami istri dan bisa juga berupa harta yang dihasilkan bersama oleh suami dan istri selama perkawianan.

Pada kasus perceraian Ari Wibowo yang memaparkan semua harta yang diberikan kepada istrinya hingga masalah pembalut istrinya disebutkan. Bukan hanya itu, Inge juga tidak diberikan harta selepas perceraian, itu semua dilakukan atas dasar perjanjian pra nikahnya.

Perjanjian Pranikah
Dalam Hukum Islam perjanjian disebut sebagai ikatan (alaqdu), kesepakatan (al-ittifaq), dan janji (al-mu’ahadah). Janji adalah kesepakatan terhadap Allah Shubhanahu Wa Ta’ala. atau sesuatu yang dilakukan oleh manusia didalam kehidupannya. Memenuhi janji merupakan perintah, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S Al-Maaidah 5:1 “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sempurnakan janji-janji kamu.”

Dalam bukunya Abdul Rahman Ghazali yang berjudul Fiqh Munakahat menjelaskan perjanjian pra nikah yaitu kesepakatan yang dilakukan oleh calon suami istri sebelum dilangsungkannya perkawinan, calon mempelai berjanji akan mematuhi isi dari perjanjian tersebut, yang disahkan oleh pegawai pencatat nikah.

Soetojo Prawirohamidjojo menyebutkan perjanjian pra nikah ialah kesepakatan atau persetujuan yang disepakati calon pasangan sebagai persiapan dampak pernikahan terhadap harta benda sebelum atau selama pernikahan berlangsung.

Pada dasarnya, perjanjian perkawinan merupakan kesepakatan yang disepakati oleh calon pasangan yang akan melaksanakan upacara perkawinan supaya menjadikan mereka pasangan yang sah.

Perjanjian pernikahan memiliki sifat mengikat dan mulai berlaku saat perkawinan dilaksanakan serta memiliki tujuan yaitu memastikan ketentraman finansial kepada suami istri jika terjadi perselisihan dalam keluarga yang berujung pada perceraian, perjanjian pernikahan berperan penting dalam melindungi harta benda saat perkawinan berlangsung apabila ada kerugian maupun hal lainnya.

Di masa sekarang banyak perkawinan yang menyampingkan nilai agama, moral, etika, dan norma yang ada dalam kehidupan sosial. Perasaan cinta bukan lagi sebagai pondasi utama dalam pernikahan. Perkawinan seringkali digunakan hanya untuk kepentingan tertentu seperti status, kekayaan dan lainnya.

Kesimpulan
Dari uraian diatas bahwa perjanjian pranikah sifatnya mengikat, sehingga apa yang sudah menjadi perjanjian harus ditunaikan baik secara hukum Negara maupun hukum Islam. Pelajaran dalam kasus perceraian Ari Wibowo harus menjadikan pengingat bahwa jangan sampai teledor dalam membuat perjanjian pranikah sehingga merugikan diri sendiri.

Dari segi hukum baik hukum Negara dan hukum Islam perjanjian Ari wibowo dilindungi hukum sehingga dampaknya mengikat, namun secara etika perjanjian pranikah yang merugikan istri sangatlah tidak etis, bahkan nafkah bulanan sampai disebutkan kepublik.

Bagi para pasangan yang akan menikah, jangan sampai mengiyakan perjanjian antara suami istri dengan dalih calon saya “baik” sehingga apapun yang diajukan di setujui. Karena manusia bisa berubah kapanpun sehingga setiap calon pengantin jangan terlalu bergantung pada salah satu pihak.

Wallahua’lam

Referensi:

  1. Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat II, (Bandung: CV. Pustaka Setia 1999), h. 9
  2. Soeroso Wignjodipoero, “ Pengantar dan Asas Hukum Adat”, cet.Ke-16, (Jakarta: Gunung Agung, 1995), h. 149.
  3. Soeroso Wignjodipoero, “Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat”, cet.Ke-16, (Jakarta: Gunung Agung,1995), h. 150.
  4. Layli Yusnia Adhani, Skripsi: “Perjanjian Pra Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Perkawinan Di Indonesia” (Salatiga: Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, 2016), hlm 34
  5. Fayza Mifta Fauzia Risanto, Skripsi: “Perjanjian Pra-Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia” (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020), hlm 3.

***
Tentang Penulis
Judul asli artikel “PERJANJIAN PRANIKAH PERCERAIAN ARI WIBOWO BEGINI PANDANGAN HUKUM ISLAM” ditulis oleh Ustadz A Khaerul Mu’min, M.Pd. beliau juga Konsultan Keluarga, Kesehatan dan Karir, Dosen STEI Bina Cipta Madani Karawang serta Penulis Karya Ilmiah
Bagi yang mau konsultasi keluarga, kesehatan dan karir hubungi :
Laki-laki : +62857-1513-1978
Perempuan : +62855-1777-251