Metode hisab, atau perhitungan matematis, telah menjadi pendekatan yang populer dalam menentukan awal puasa Ramadan di beberapa komunitas Islam di seluruh dunia. Berbeda dengan metode rukyat yang mengandalkan pengamatan langsung bulan baru, metode hisab menggunakan perhitungan astronomis untuk memprediksi posisi bulan dan menentukan awal Ramadan.[1]

Penentuan awal puasa dengan metode hisab melibatkan beberapa langkah yang kompleks dan berbasis matematika

Penghitungan peredaran bulan

Metode hisab menggunakan informasi astronomis tentang peredaran bulan untuk memprediksi posisi bulan baru di langit pada waktu-waktu tertentu. Ini melibatkan pemahaman yang mendalam tentang mekanisme pergerakan bulan dan siklusnya.

Penentuan awal Ramadhan

Berdasarkan perhitungan astronomis, waktu awal Ramadan diprediksi dengan menggunakan rumus-rumus matematika yang menghitung kemungkinan kemunculan bulan baru. Hasil perhitungan ini kemudian digunakan untuk menentukan tanggal awal Ramadan.

Verifikasi dan penyesuaian

Hasil perhitungan hisab kemudian diperiksa dan divalidasi untuk memastikan keakuratannya. Kadang-kadang, penyesuaian tambahan dapat dilakukan berdasarkan kriteria tertentu, seperti syarat-syarat keterlihatan hilal atau penyesuaian untuk memperhitungkan variasi geografis.

Metode hisab memiliki beberapa kelebihan yang membuatnya menarik bagi sebagian komunitas Islam:

Prediksi yang lebih awal

Metode hisab memungkinkan penentuan awal Ramadan jauh sebelumnya karena mengandalkan perhitungan matematis yang dapat diprediksi dengan baik. Dengan menggunakan rumus-rumus matematika, metode hisab dapat memberikan konsistensi dalam menentukan awal Ramadan dari tahun ke tahun. Namun, metode hisab juga memiliki beberapa kritik dan tantangan:

Ketidakpastian

Prediksi astronomis memiliki ketidakpastian tertentu, yang dapat menghasilkan variasi dalam penentuan awal Ramadan di antara komunitas yang menggunakan metode hisab. Kurangnya keterlibatan langsung: Metode hisab tidak melibatkan pengamatan langsung bulan baru, yang membuat beberapa orang merasa kurang terhubung dengan tradisi dan praktik pengamatan hilal yang diwariskan secara turun temurun.[2]

Pandangan Ormas Muhamadiyah Awal Puasa Dengan Metode Hisab

Dasar Muhammadiyah menetapkan untuk menggunakan hisab dalam menentukan awal bulan didasarkan pada petunjuk dalam al-Qur’an surat Yasin ayat 39-40:

وَٱلۡقَمَرَ قَدَّرۡنَـٰهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَٱلۡعُرۡجُونِ ٱلۡقَدِیمِ (39) لَا ٱلشَّمۡسُ یَنۢبَغِی لَهَاۤ أَن تُدۡرِكَ ٱلۡقَمَرَ وَلَا ٱلَّیۡلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِۚ وَكُلࣱّ فِی فَلَكࣲ یَسۡبَحُونَ (40

Artinya: 39). Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua. 40). Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS. Yasin: 39-40)

Pendekatan Muhammadiyah dalam penentuan awal puasa dengan hisab didasarkan pada kajian ilmiah tentang pergerakan bulan dan penanggalan Islam. Organisasi ini menggunakan metode perhitungan matematis yang dikembangkan oleh para ilmuwan Muslim untuk memprediksi awal bulan Ramadan dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Langkah-langkah yang ditempuh oleh Muhammadiyah dalam menentukan awal puasa dengan hisab mencakup analisis data astronomis, termasuk perhitungan posisi bulan baru berdasarkan parameter-parameter tertentu seperti posisi matahari, bulan, dan bumi dalam tata surya. Metode ini memungkinkan Muhammadiyah untuk menetapkan awal Ramadan dengan jauh sebelumnya, memberikan kepastian bagi umat Islam dalam mempersiapkan diri untuk ibadah puasa.

Namun, Muhammadiyah juga menyadari bahwa metode hisab tidak sepenuhnya menghilangkan variasi dalam penentuan awal puasa. Oleh karena itu, organisasi ini terus melakukan pembaruan dan penyesuaian terhadap metode hisab mereka berdasarkan perkembangan ilmiah dan teknologi terkini.

Dengan pendekatan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan keberlanjutan, Muhammadiyah berupaya untuk memberikan arahan yang akurat dan dapat diandalkan bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan setiap tahunnya.[3]

Meskipun demikian, metode hisab tetap menjadi pendekatan yang penting dalam menentukan awal Ramadan bagi banyak komunitas Islam di seluruh dunia. Dengan pemahaman yang tepat tentang kelebihan dan keterbatasannya, metode hisab dapat menjadi alat yang berharga dalam menentukan awal Ramadan yang tepat.

Wallahua’lam.

 

Referensi:

[1] Rifki Muslim, Moh Fadllur, and Rohman Karim, ‘Hisab-Rukyat d Alam Kajian Ta ’ Abudi Dan Ta ’ Aquli’, 8.2 (2023), 224–33.

[2] Sakirman, ‘Kontroversi Hisab Dan Rukyat Dalam Menetapkan Awal Bulan Hijriah Di Indonesia’, ELFALAKY: Jurnal Ilmu Falak, 1.1 (2017), 1–14.

[3] Oman Fafhurohman, ‘Hisab Hakiki Dan Wujudul Hilal’, in Argumentasi Hisab Muhammadiyah (Majelis Tarjih clan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2014), p. 31.

***

Sumber foto : Salah Satu Kegiatan Ustad Khaerul Mu’min, M.Pd.


Tentang Penulis
Judul asli artikel “Penentuan Awal Puasa Dengan Hisab Beginilah Penjelasanya” ditulis oleh Ustadz A Khaerul Mu’min, M.Pd. beliau juga Konsultan Keluarga, Kesehatan dan Karir, Dosen STEI Bina Cipta Madani Karawang serta Penulis Karya Ilmiah
Bagi yang mau konsultasi keluarga, kesehatan dan karir hubungi :
Laki-laki : +62857-1513-1978
Perempuan : +62855-1777-251