Seorang petani di Cipanas Cianjur jawabarat, mengurus lahan pertaniannya yang ditanami sayuran kangkung cabut, bayam, caisim, dan sawi putih selama berbulan bulan, menggarap lahan, menyemai bibit, dan memupuk serta merawat nya hingga panen..
Telah diperhitungkan waktu panen saat ramadhan menjelang lebaran, karena biasanya pengalaman tahun tahun sebelumnya sayuran dihargai lebih tinggi..
Qadarullaah.. terjadi pandemi.. hati petani resah, setiap hari mencari informasi tentang perkembangan kondisi , dan ternyata berhembus kabar bahwa pemerintah melakukan pencegahan penyebaran dengan melaksanakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Petani ini adalah salah satu suplier sayuran ke pasar induk di Jakarta , namun dengan psbb tak ada lagi aktifitas jual beli kesana. Hatinya semakin gundah.. terbayang panen kali ini tak bisa di jual sesuai ekspektasi.
Tengkulak berkeliaran, menawarkan “solusi” ,membeli semua hasil panen namun dengan harga murah.
” Kami cuma mau bantu aja, sebenarnya belum tau juga mau jual kemana, orang ga boleh kemana-mana, ya..itu sih terserah kalo mau(jual) silahkan, kalo ga mau ya gapapa.. kita kasian aja..sayuran ga di panen kan sayang..” bujuk tengkulak menekan. Harga.
Petani bimbang.. harga beli tengkulak ga masuk akal seandainya setara dengan modal pun sudah rugi tenaga dan waktu, apalagi ini dibawah modal, ruginya banyak…
Teman teman petani ini banyak juga yang akhirnya menjual ke tengkulak..
” Tuh si Acep juga jualnya ke saya, dari pada udah dipetik dibawa ke Jakarta dijalan nanti disuruh puter balik, rugi ongkos rugi tenaga mau dikemanain ntar sayurannya?” Ujar tengkulak..
Petani memilih bersabar..
“Nanti saya diskusi dulu sama orang rumah” petani berdiplomasi
” Ya ,terserah jangan lama lama ya, ntar keburu kehabisan duit saya sama yang lain..” tengkulak pakai jurus pamungkas..
“Ditunggu sampai seminggu sebelum lebaran aja pak siapa tau ada perubahan peraturan” nasihat istrinya
Tiba sepekan sebelum hari raya, keadaan tak kunjung membaik, harga sayur jungkir balik.
Betapa sedihnya petani..
Selepas shalat subuh, ia pergi ke kebun..
Sepanjang jalan ia terus bershalawat..
Tiba di kebun, ia lepaskan pandangan ke hamparan sayur yang subur,segar dan menghijau. Butiran airmata menetes membasahi pipinya, disentuhnya daun daun sawi itu lembut seraya, berdoa kepada Allaah swt.
“Ya Allaah, Engkau menjadi saksi hamba sudah maksimal ikhtiar, mohon berikan hamba ampunan dan rahmatMu.. jika sekira dosa dosa hamba menjadi penghalang datangnya rezeki mu ampuni lah hambaMu ini ya Allaah.. berikanlah kami rahmatMu petunjuk agar kami tak salah langkah.. ya Allaah.. beri hamba kekuatan dan ketenangan menghadapi takdir ini..hamba percaya tak ada yang sia sia atas segala ciptaanMu.” Doa petani pagi itu diantara pohon pohon sayur..
Dilihatnya berita dari handphone, kabar tentang betapa banyak orang yang tak punya meski hanya untuk sekedar makan. Mereka tak mampu beli lauk atau sayur.. padahal biasanya mungkin merekalah konsumen petani selama ini .
Dan siapakah yang mampu menggerakkan hati, tangan dan langkah petani yang kemudian memiliki keyakinan untuk menjual semua sayuran itu hari ini.. iya, beliau menjual semua sayurnya bukan kepada manusia, melainkan kepada pemilik rezeki pecipta manusia. Di tutupnya portal berita setika itu juga, dan dengan mantap ia berkata ” wahai Allaah aku akan jual semua sayuran ini kepadaMu, jika semua pasar tak mampu membeli dengan harga yang pantas, maka aku yakin hanya Engkaulah yang sanggup membayar dengan harga terbaik, akan aku panen semua sayuran ini dan aku akan anterkan pada mahlukMu yang membutuhkannya, aku mohon ya Allaah terimalah amal kami..” seru petani sambil berderai airmata..
Matahari belum terlalu tinggi ini ramadhan hari ke 26 besok hari ke 27, di waktu duha diantarnya segerobak penuh sayur ke pesantren disekitar tempat tinggal petani .
“Ambillah, semua sayuran ini sudah di bayar, saya hanya diminta mengantarkannya kesini” jawab petani ketika ditanya berapa harga semua sayur tersebut.
Selanjutnya diantar ke RS ,ke puskesmas, ke mesjid ,ke kampung pemulung, ke tetangga tetangga, yang mampu apalagi yang kurang mampu, ke rumah para assatidz ,sampai ke balai desa.
Menjelang magrib baru selesai prosesi kurir sayuran dikerjakan.
Selepas shalat magrib dan berbuka ,badan petani terasa amat kelelahan, kakinya pegel pegel, sakit semua. Namun entah bagaimana hatinya bahagia, tak ada sedih, tak ada kuatir,tak ada penyesalan atas “kekonyolan” yang ia kerjakan bersama keluarganya seharian ini
Sore itu entah ada berapa ratus perut yang terisi dengan menu sayuran yang sehat, dan setiap pemilik perut tersebut berdoa dan bersyukur kepada Allaah.. doa mereka hampir sama ” semoga Allah , membalas kebaikan siapapun yang memberi sayuran ini dengan kebaikan dan keberkahan yang berlimpah”
Barangkali itulah asbab ketenangan jiwa yang dirasakan petani..
Tak ada serupiah pun yang ia bawa meski seluruh “dagangannya” habis terjual hari ini..
Hingga keesokan harinya tiba tiba seseorang menghubunginya via Wa, dari nomor yang tak ia kenal..
” Pak Ade, saya Imron kita belum pernah jumpa tapi saya mendengar tentang bapak dari pak Kades tadi siang, katanya bapak panen sayur lalu dibagikan gratis ke warga, kalo boleh saya ingin menitipkan infaq kebetulan ini bulan Ramdhan , mungkin Tak banyak, namun semoga bermanfaat untuk membeli benih dan pupuk agar bapak bisa tetap bertani setelah ini..bisa saya minta no.rek bapak?”
Demikian isi pesan di what’s up yang diterima petani
Kawan jika ditaksir tengkulak seluruh kebun dihargai 1,5 juta.
Padahal modalnya 3.5 juta rupiah.. panen diharapkan pak tani mendapat 5 juta rupiah.
Namun karena dijual kepada Allah maka harganya diberi harga terbaik …dibayar dua kali lipat yaitu mnjd Rp.10.000.000,-
dan masih ada harapan balasan pahala surga insyaallaah..
Ibarat petani, sebenarnya kita semua juga bs memiliki peluang yang sama.
Sungguh jual beli yang tak akan pernah menemukan kata rugi adalah berjual beli dengan Rabb kita Allaah SWT.