Semula kufikir bahwa prilaku Kak Arfan yang tidak pernah menyentuhku dan menunaikan kewajibannya sebagai suami itu hanya terjadi malam pernikahan kami. Tapi ternyata yang terjadi hampir setiap malam sejak malam pengantin itu, Kak Arfan selalu tidur beralaskan permadani di bawah ranjang atau tidur di atas sofa dalam kamar kami. Dia tidak pernah menyentuhku walau hanya menjabat tanganku. Jujur segala kebutuhanku selalu dipenuhinya. Secara lahir dia selalu mafkahiku, bahkan nafkah lahir yang dia berikan lebih dari apa yang aku butuhan. Tapi soal biologis, Kak Arfan tak pernah sama sekali mengungkit- ungukitnya atau menuntutnya dariku. Bahkan yang tidak pernah kufahami, pernah secara tidak sengaja kami bertabrakan di depan pintu kamar, Kak Arfan meminta maaf seolah merasa bersalah karena telah menyetuhku.

Ada apa dengan Kak Arfan? Apakah dia lelaki normal? kenapa dia begitu dingin padaku? apakah aku kurang di matanya? atau? pendengar, jujur merasakan semua itu, membuat banyak pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Ada apa dengan suamiku? bukankah dia adalah pria yang beragama dan tahu bahwa menafkahi istri itu secara lahir dan batin adalah kewajibannya? ada apa dengannya? padahal setiap hari dia mengisi acara-acara keagamaan di mesjid. Dia begitu santun pada orang-orang dan begitu patuh kepada kedua orangtuanya. Bahkan terhadap aku pun hampir semua kewajibannya telah dia tunaikan dengan hikmah, tidak pernah sekali pun dia bersikap kasar dan berkata-kata keras padaku. Bahkan Kak Arfan terlalu lembut bagiku.

Tapi satu yang belum dia tunaikan yaitu nafkah batinku. Aku sendiri saat mendapat perlakuan darinya setiap hari yang begitu lembutnya mulai menumbuhkan rasa cintaku padanya dan membuatku perlahan-lahan melupakan masa laluku bersama Boby. Aku bahkan mulai merindukannya tatkala dia sedang tidak dirumah. Aku bahkan selalu berusaha menyenangkan hatinya dengan melakukan apa-apa yang dia anjurkannya lewat ceramah-ceramahnya pada wanita-wanita muslimah, yakni mulai memakai busana muslimah yang syar’i.

Memang dua hari setelah pernikahan kami, Kak Arfan memberiku hadiah yang diisi dalam karton besar. Semula aku mengira bahwa hadiah itu adalah alat-alat rumah tangga. Tapi setelah kubuka, ternyata isinya lima potong jubah panjang berwarna gelap, lima buah jilbab panjang sampai selutut juga berwana gelap, lima buah kaos kaki tebal panjang berwarnah hitam dan lima pasang manset berwarna gelap pula. Jujur saat membukanya aku sedikit tersinggung, sebab yang ada dalam bayanganku bahwa inilah konsekuensi menikah dengan seorang ustadz. Aku mengira bahwa dia akan memaksa aku untuk menggunakannya. Ternyata dugaanku salah sama sekali. Sebab hadiah itu tidak pernah disentuhnya atau ditanyakannya.

Kini aku mulai menggunakannya tanpa paksaan siapapun. Kukenakan busana itu agar diatahu bahwa aku mulai menganggapnya istimewa. Bahkan kebiasaannya sebelum tidur dalam mengajipun sudah mulai aku ikuti. Kadang ceramah-ceramahnya di mesjid sering aku ikuti dan aku praktekan di rumah.

Tapi satu yang belum bisa aku mengerti darinya. Entah mengapa hingga enam bulan pernikahan kami dia tidak pernah menyentuhku. Setiap masuk kamar pasti sebelum tidur, dia selalu mengawali dengan mengaji, lalu tidur di atas hamparan permadani dibawah ranjang hingga terjaga lagi di sepertiga malam, lalu melaksanakan sholat tahajud. Hingga suatu saat Kak Arfan jatuh sakit. Tubuhnya demam dan panasnya sangat tinggi. Aku sendiri bingung bagaimana cara menanganinya. Sebab Kak Arfan sendiri tidak pernah menyentuhku. Aku khawatir dia akan menolakku bila aku menawarkan jasa membantunya. Ya Allah..apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku ingin sekali meringankan sakitnya, tapi apa yang harus saya lakukan ya Allah..

Malam itu aku tidur dalam kegelisahan. Aku tak bisa tidur mendengar hembusan nafasnya yang seolah sesak. Kudengar Kak Arfan pun sering mengigau kecil. Mungkin karena suhu panasnya yang tinggi sehingga ia selalu mengigau. Sementara malam begitu dingin, hujan sangat deras disetai angin yang bertiup kencang. Kasihan Kak Arfan, pasti dia sangat kedinginan saat ini. Bersambung..

Sumber: semangat shubuh