Fenomena Habib Bahar Bin Smith

0
114

Penulis: Smith Alhadar

Editor: Abdurrahman Syebubakar

Kemarin sore, 16 Mei 2020, Habib Bahar bin Smith bebas dari LP Kelas II Cibinong, Jabar. Ia ditahan sejak 2018 terkait tindak kekerasan. Ajaib, ketika hendak keluar dari penjara, ratusan napi terisak-isak melepas kepergiannya. Siapa Habib Bahar bin Smith?

Usianya 36 tahun, berambut pirang gondrong, berkulit putih, dengan wajah yang menawan. Ia lahir dan menghabiskan masa remajanya di Manado. Ibunya berasal dari Minahasa Tenggara. Di Manado, Habib Bahar punya banyak teman kristiani termasuk para pendeta. Di belakang rumahnya ada gereja, seperti penuturan salah seoarang kakaknya kepada Tribun Menado (2018).

Habib Bahar merupakan pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Kemang, Kabupaten Bogor. Orang banyak kagum pada retorikanya yang berapi-api dan keras dalam setiap pidatonya. Kemampuan retorika Habib Bahar bahkan disejajarkan dengan Habib Rizieq Shihab.

Saya belum pernah mendengar ceramah, khotbah, atau pidatonya. Karena itu saya tak bisa menilai bobot ilmu agama maupun pengetahuan umumnya. Tapi itu tidak relevan dengan pesan yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini.

Fakta bahwa, saat Habib Bahar menjalani hukuman di Polda Jabar Bandung, 100 lebih napi binaannya hafal puluhan hadis, dan enam napi non-Muslim berhasil ia islamkan, menunjukkan kharismanya yang luar biasa. Sekadar menyesuaikan diri dengan kehidupan di penjara yang keras saja tidak mudah. Apalagi menundukkan begitu banyak kriminal sekaligus dalam waktu singkat. Setelah di pindah ke LP Cibinong, juga banyak napi yang nyantri kepada Habib Bahar.

Sudah menjadi hukum tidak tertulis di penjara bahwa pendatang baru harus tunduk pada pemimpin tiap-tiap sel yang biasanya merupakan orang paling kuat, bernyali paling besar, dan paling kejam. Pendatang baru biasanya diplonco dulu oleh pemimpin sel bersama anak buahnya sebelum diterima sebagai kelompok mereka. Dus, kalau mau diterima penghuni sel dan bebas dari perbudakan, biasanya pendatang baru harus mau diperas dan disuruh-suruh.

Yang terjadi pada Habib Bahar justru sebaliknya. Sekonyong-konyong para penghuni semua sel menyerahkan seluruh hidup mereka pada lelaki kerempeng ini. Bukannya dikuasai, ia justru yang menguasai jiwa-jiwa yang bermasalah ini. Bahkan, mengubah jalan hidup mereka sekali untuk selamanya. Ketika Habib Bahar hendak meninggalkan penjara, napi-napi yang malang itu melantunkan salawat yang diajarkan Habib Bahar. Ajaib, napi bersalawat dengan gemuruh sambil berlinang air mata.

Dengan demikian, bisa kita simpulkan Habib Bahar bukan sekadar ustadz kampung yang hanya bermodalkan puluhan hadis di kepalanya. Juga fakta bahwa ia mengislamkan enam orang napi menunjukkan pengetahuan Islamnya lumayan. Dan mungkin pula ia mengetahui agama yang dipeluk enam muallaf itu sehingga memudahkannya meyakinkan mereka tentang keunggulan agama Islam.

Lepas dari itu, sambutan gegap-gempita pengikutnya di luar sana atas pembebasannya menunjukkan ia punya maqam tertentu di hati mereka. Ini terkait dengan perlawanannya yang konsisten terhadap rezim Jae yang korup. Sekali lagi, saya tidak tahu bobot intelektual Habib Bahar, tapi fakta bahwa ia punya banyak pengikut menunjukkan mereka kecewa pada rezim Jae. Dan Habib Bahar dijadikan simbol perlawanan mereka terhadap rezim Jae yang zalim.

Kalau situasi normal, ruang kebebasan tersedia luas, dan rezim berlaku adil terhadap semua komponen bangsa, bisa jadi orang seperti Habib Bahar tidak akan laku. Artinya, kemarahan buta yang tidak berdasar, tak akan digubris orang.

Memang kehebatan retorika yang muncul dari orator ulung sekalipun tidak akan cukup tanpa realitas objektif yang jadi sasaran retorika itu. Sebuah orasi akan efektif kalau ia bersambung pada realitas objektif. Dalam kaitan ini, pidato-pidato kecaman Habib Bahar terhadap rezim Jae pasti mengena, setidaknya menurut persepsi pendengarnya. Kalau pidato-pidato Habib Bahar ngawur, tidak berkorelasi dengan realitas sosial politik yang diciptakan rezim, mustahil ada orang yang mengikutinya.

Keberanian Habib Bahar menentang keras rezim juga merupakan poin tersendiri ketika rezim mulai berlaku ototiter terhadap pengeritiknya. Ya, ketika rezim mulai zalim, khususnya kepada pemuka agama Islam, dan terciptanya ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik, terhadap umat Islam, maka siapa pun yang beroposisi terhadap rezim akan mendapat tempat di hati masyarakat yang merasa terzalimi.

Fenomena Habib Bahar ini harus dibaca dalam konteks hubungan rezim Jae dengan kaum Islamis yang tidak harmonis. Habib Bahar adalah bagian dari Alumni 212 yang hingga kini masih beroposisi terhadap rezim.

Kendati baru keluar penjara, Habib Bahar sudah langsung menyerang rezim Jae yang berlaku zalim, menyengsarakan rakyat saat pandemi Covid-19. Juga DPR yang dalam sidang paripurnanya pada 12 Mei lalu, mengesahkan RUU Haluan Ideologi Pancasila menjadi RUU inisiatif DPR. Pasalnya, TAP MPRS No XXV Tahun 1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme tidak dimasukkan dalam RUU HIP tersebut. Ini dicurigai sebagai usaha fraksi-fraksi DPR, kecuali PKS, untuk melegalkan komunisme di negeri ini.

Retorika keras Habib Bahar terhadap rezim akan kembali mendapat tempat di hati sebagian kaum Muslim. Harus diakui kaum Muslim masih trauma dengan PKI. Sementara RUU HIP menunjukkan gelagat DPR memberi jalan bagi munculnya kembali ideologi komunisme. Sangat mungkin tujuannya menghambat perkembangan Islam politik di negeri ini. Dan RUU itu langsung disahkan ketika perhatian kaum Muslim masih tertuju pada upaya penanggulangan covid-19.

Melihat keadaan negara yang kacau saat ini, suka atau tidak, orang-orang seperti Habib Bahar akan disambut kaum Muslim untuk menghadang rezim Jae yang menunjukkan gelagat tidak baik bagi kaum Muslimin. Kebetulan juga oposisi kaum Islamis ini beririsan dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap sejumlah kebijakan rezim yang kontroversial, tidak populer, dan mengancam kehidupan rakyat, bangsa, dan negara. Dus, kiprah Habib Bakar ini akan menambah kayu bakar di pihak oposisi. Dia akan berduet dengan Habib Rizieq Shihab untuk membangkitkan perlawanan umat terhadap rezim yang durjana ini.

CATATAN KRITIS IDe#45
Institute for Democracy Education
Jakarta, 17 Mei 2020
____________________________

🇮🇩✊