Luruskan Niat

0
148

Kitab kumpulan hikmah karya Syaikh Ahmad Ibn Athaillah As-Sakandary yang berjudul “Al-Hikam” adalah salah satu kitab yang sangat banyak dibaca, dipelajari dan dibedah di berbagai belahan dunia islam. Di dalamnya terkumpul kalimat-kalimat penuh makna mendalam yang sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai bekal kita dalam menjalani kehidupan ini. Kitab ini dibuka dengan hikmah pertama berikut ini:

مِنْ عَلَامَات الْاِعْتِمَادِ عَلَى الْعَمَلِ نُقْصَانِ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُوْدِ الْزَّلَلِ

“Di antara tanda-tanda orang yang  bersandar kepada amal-amalnya, adalah kurangnya ar-raja’ (rasa harap kepada rahmat Allah) ketika dia melakukan kesalahan.”.

Ibn Athaillah ra mengawali kalimat-kalimat hikmahnya dengan pesan untuk meluruskan niat kita dalam setiap amalan yang kita lakukan hanya untuk mengharap Rahmat Allah Shubhanahu Wa Ta’ala. Bukanlah amalan kita yang akan membawa kita ke surga Nya, melainkan hanya Rahmat Allah SWT saja.Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam pernah bersabda:

“Tidak ada di antara kalian yang dapat masuk surga sebab amal kebaikannya semata. Para sahabat bertanya: “Termasuk engkau, ya Rasulullah?”. Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam menjawab: “Bahkan diriku sekalipun, kecuali Allah menganugerahkan rahmat Nya kepadaku.” (HR Muslim)

Dalam hadits diatas, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam bersabda bahwa tidak seorangpun akan dapat masuk surga karena amalannya semata. Nikmat Allah Shubhanahu Wa Ta’ala yang diberikan Allah Shubhanahu Wa Ta’ala kepada kita begitu besarnya, sedemikian sehingga sungguh sangat tidak sepadan dengan sebaik dan sebesar apapun amalan yang kita lakukan. Sehingga kita harus hanya berharap pada Rahmat Nya jua lah yang akan menyelamatkan kita.

Namun juga di sisi lain, besarnya harapan kita pada Rahmat Nya tidak boleh pula membuat kita menjadi merasa aman terhadap siksaan Allah Shubhanahu Wa Ta’ala. Sehingga merasa apapun yang kita lakukan tidak akan mendapatkan balasan siksa dari Allah.

وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَةً

Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja” (QS. Al-Baqarah: 80)

Ayat diatas diturunkan kepada suatu kaum yang meyakini bahwa mereka adalah kaum pilihan Allah, sehingga merasa aman dari siksa Allah Shubhanahu Wa Ta’ala walau apapun yang mereka lakukan. Hal ini juga akan berlaku pada seorang yang berstatus Muslim yang merasa aman dari siksa Allah walau apapun yang mereka lakukan.

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al-A’raf: 99)

Allah Shubhanahu Wa Ta’ala juga menyebutkan bahwa ada sebagian manusia yang berputus asa dari Rahmat-Nya. Mereka merasa bahwa Tuhan tidak akan memaafkan dosa dan kesalahan yang mereka perbuat.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)

Jadi, Ibn Athaillah berpesan dalam hikmah pertamanya ini bahwa kita setiap saat harus selalu meluruskan niat kita.

Kita tidak dapat bergantung pada amalan-amalan kita.

Sebaik dan sebesar apapun amal baik yang telah kita lakukan berarti apa-apa, tak dapat memastikan surga atau menolak siksa neraka, melainkan kita harus hanya berharap dengan Rahmat-Nya saja.

Seburuk dan sebesar apapun kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan tak boleh membuat kita kehilangan harapan akan Rahmat Nya, selama kita mau kembali bertaubat.

Seorang yang hanya bergantung pada Allah Shubhanahu Wa Ta’ala, tidak akan merasa berkecil hati apabila amalan dan usaha baiknya tidak dihargai atau bahkan dilecehkan oleh orang lain. Ia tidak akan kendur semangatnya untuk terus berbuat baik, walaupun kebaikannya dibalas dengan keburukan oleh manusia. Karena yang ia harapkan hanyalah dari Allah Shubhanahu Wa Ta’ala.

Seorang yang hanya bergantung pada Allah Shubhanahu Wa Ta’ala, tidak akan merasa bangga diri akan amal baik yang dilakukannya walaupun berbagai pujian diberikan oleh manusia kepadanya. Ia tidak akan merasa cukup dengan amal baik yang sudah dilakukannya, melainkan terus bersemangat untuk melakukan yang lebih baik lagi. Karena menyadari bahwa nikmat Allah yang telah diberikan padanya sangat tidak sepadan dengan amalan baik yang dia lakukan.

Oleh karena itu, mari luruskan niat kita dalam beramal. Semoga Allah selalu memberikan taufiq Nya pada kita semua. Aamiin.

Sumber (wakool.id)