Beberapa waktu hingga sekarang media sosial sedang memperbincangkan masalah ruko yang menggunakan bahu jalan dan saluran air dengan membangun bangunan tambahan diluar ruko.

Hal ini menyebabkan RT yang mempunyai wewenang meminta bantuan Pemprov DKI Jakarta untuk menertibkan bangunan yang melebihi tanah milik ruko. Setelah terjadinya penertiban banyak muncul protes dari pemilik ruko hingga terjadinya aksi tebar bunga dan lain-lain menuntut pak RT untuk bertanaggung jawab.

Bagaimanakah secara hukum di Indonesia terutama hukum Agama Islam menjelaskan permasalaahan ini? berikut penjelasannya

Hukum Undang-Undang
Kasus ruko di Pluit Jakarta distilahkan sebagai penyerobot tanah milik Pemprov Jakarta. Istilah “menyerobot” pada dasarnya banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Menyerobot berasal dari akar kata “serobot”. Penyerobot adalah orang yang menyerobot, tukang serobot, sedangkan penyerobotan adalah proses, cara, perbuatan menyerobot.
Menyerobot dalam perspektif hukum, didefinisikan atau diartikan sebagai:

1. Mengambil hak atau harta dengan sewanang-wenang atau dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan (seperti mencuri, merampas, menempati tanah atau rumah orang lain yang bukan haknya, menculik);
2. Menyerang (melanggar, menubruk) secara nekat atau dengan diamdiam;
3. Melakukan perbuatan (seperti masuk ke rumah orang, menyela perkataan orang, dan sebagainya);
4. Menggunakan jalan semau-maunya tanpa mengindahkan aturan.

Pasal yang mengatur masalah penyerobotan yaitu Pasal 385 KUHP, yang berupa kejahatan penggelapan terhadap hak atas barang tidak bergerak, seperti tanah, rumah, dan sawah. Kejahatan ini biasa disebut dengan kejahatan stellionaat, yang ancaman dengan pidana penjara paling lama empat tahun (4 tahun).

Hukum Islam
Allah menjelaskan didalam alquran

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya, “Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (Surat Al-Baqarah ayat 188).

Rasulullah memperingatkan kita dalam hadistnya

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلَّا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِلَى سَبْعِ أَرَضِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya, “Tidaklah salah seorang dari kamu mengambil sejengkal tanah tanpa hak, melainkan Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari kiamat kelak,” (HR Muslim).

Islam sangat mengatur hak-hak setiap hambanya baik muslim maupun non muslim. Islam hadir untuk memberikan rahmat untuk seluruh alam, salah satunya mengatur tentang masalah hak-hak kepemilikan tanah.

Kasus yang terjadi di Pluit Jakarta masuk kedalam hukum fiqih yaitu maslahah mursalah. Secara etimologis “Maslahah Mursalah” terdiri atas dua suku kata, yaitu maslahah dan mursalah.

Kata maslahah berasal dari bahasa Arab dan telah dibakukan ke dalam Bahasa Indonesia yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan (keselamatan dsb). Menurut bahasa aslinya kata maslahah berasal dari kata salahu, yasluhu, salaham, (صالحا , يصلح , صلح (artinya sesuatu yang baik, patut dan bermanfaat.

Adapun pengertian maslahah dalam bahasa Arab berarti perbuatan-perbuatan yang mendorong pada kebaikan manusia. Dalam arti yang umum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan atau ketenangan atau dalam arti menolak atau menghindarkan seperti menolak kemudharatan atau kerusakan. Jadi, setiap yang mengandung manfaat patut disebut maslahah.

Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa penggunaan bahu jalan dan menutup saluran air di depan ruko yang sedang hangat diperbincangkan termasuk perbuatan melanggar hukum Negara dan hukum Islam.

Pembangunan perluasan ruko menjadi mudharat karena menutup saluran air dan juga hak para pejalan kaki, sehingga membuat kemacetan yang terjadi dijalan depan ruko. Ancaman hukum Negara dan hukum Islam sangatlah tegas, hingga Rasulullah mengabarkan akan dihimpit oleh bumi jika mengambil hak orang lain.

Hikmah yanag bisa kita ambil bahwa janganlah sekali-kali mengambil seusatu yang bukan haknya. Jika akan memanfaatkan jalan hendaknya ada perjanjian tertulis sehingga bisa dilindungi menurut undang-undang.
Wallahua’alam

Referensi:

  1. C. T. Simorangkir dkk., Kamus Hukum, Cetakan VII, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 317.
  2. Rahmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 118
  3. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1976), h.635.
  4. Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah dan Penafsir a;-Qur‟an, 1973) h. 219
  5. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) h. 324.

***
Tentang Penulis
Judul asli artikel “PANDANGAN HUKUM ISLAM : KASUS RUKO DI PLUIT JAKARTA” ditulis oleh Ustadz A Khaerul Mu’min, M.Pd. beliau juga Konsultan Keluarga, Kesehatan dan Karir, Dosen STEI Bina Cipta Madani Karawang serta Penulis Karya Ilmiah
Bagi yang mau konsultasi keluarga, kesehatan dan karir hubungi :
Laki-laki : +62857-1513-1978
Perempuan : +62855-1777-251